Tentang Sejarah Kota Batu

Beberapa waktu lalu (2011), telah terbit buku yang mengupas tentang sejarah Kota Batu. Buku berjudul “Sejarah Daerah Batu Rekonstruksi Sosio-Budaya Lintas Masa” ini ditulis oleh Drs. M. Dwi Cahyono, M.Hum & Tim. Buku ini dikemas dalam bentuk sejarah sosial-budaya lintas masa, yang didasarkan pada hasil Riset Arkeologi Sejarah yang telah diselenggarakan semenjak tahun 2001 (10 tahun penelitian...??? Wow...Ga main-main nih...)
Yang menarik dari buku ini adalah isinya yang “meluruskan” sejarah Kota Batu yang terlanjur berkembang di masyarakat. Cerita tentang sejarah Kota Batu yang berkembang di masyarakat (bahkan di situs resmi Pemerintah Kota Batu www.batukota.go.id danWikipedia) kurang lebihnya adalah sebagai berikut:
Batu berasal dari nama seorang ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bernama Abu Ghonaim yang selanjutnya masyarakat setempat akrab menyebutnya dengan panggilan Mbah Wastu. Dari kebiasaan kultur Jawa yang sering memperpendek dan mempersingkat mengenai sebutan nama seseorang yang dirasa terlalu panjang, juga agar lebih singkat penyebutannya serta lebih cepat bila memanggil seseorang, akhirnya lambat laun sebutan Mbah Wastu dipanggil Mbah Tu menjadi Mbatu atau batu
Sedikit menengok ke belakang tentang sejarah keberadaan Abu Ghonaim sebagai cikal bakal serta orang yang dikenal sebagai pemuka masyarakat yang memulai babat alas dan dipakai sebagai inspirasi dari sebutan wilayah Batu, sebenarnya Abu Ghonaim sendiri adalah berasal dari JawaTengah.
 Abu Ghonaim sebagai pengikut Pangeran Diponegoro yang setia, dengan sengaja meninggalkan daerah asalnya Jawa Tengah dan hijrah dikaki Gunung Panderman untuk menghindari pengejaran dan penangkapan dari serdadu Belanda (Kompeni) Abu Ghonaim atau Mbah Wastu yang memulai kehidupan barunya bersama dengan masyarakat yang ada sebelumnya serta ikut berbagi rasa, pengetahuan dan ajaran yang diperolehnya semasa menjadi pengikut Pangeran Diponegoro. Akhirnya banyak penduduk dan sekitarnya dan masyarakat yang lain berdatangan dan menetap untuk berguru, menuntut ilmu serta belajar agama kepada Mbah Wastu.
Bermula mereka hidup dalam kelompok (komunitas) di daerah Bumiaji, Sisir dan Temas akhirnya lambat laun komunitasnya semakin besar dan banyak serta menjadi suatu masyarakat yang ramai.


Sebelum ulasan lebih lanjut tentang sejarah Batu, ada baiknya kita mengingat kembali alur sejarah di Indonesia.
A.     Jaman Pra sejarah
Sekilas tentang jaman pra sejarah. Jaman pra sejarah adalah jaman sebelum manusia mengenal tulisan. Bukti sejarah yang digunakan untuk mengetahui masa ini adalah fosil dan artefak. Fosil adalah sisa-sisa makhluk hidup yang telah membatu, sedangkan artefak adalah benda-benda, alat-alat (perkakas, senjata), perhiasan yang digunakan oleh manusia purba pada jamannya.
Secara umum, jaman pra sejarah bisa dibagi menjadi beberapa periode yaitu:
1)    Masa paleolithikum (jaman batu tua): jaman purba yang berlangsung dari 750.000 tahun sampai 15.000 tahun yang lalu, ditandai oleh pemakaian alat-alat serpih
2)   Masa mesolithikum (jaman batu tengah): masa peralihan antara jaman purba paleolithikum dan neolithikum
3)   Masa Neolithikum (jaman batu muda): bercirikan unsur kebudayaan, seperti peralatan dari batu yang diasah, pertanian menetap, peternakan, dan pembuatan tembikar
4)   Masa Megalithikum (jaman batu besar): ditemukannya bangunan-bangunan batu seperti dolmen, menhir, punden berundak
5)   Masa Perundagian: bercirikan kemampuan manusia yang mulai mengolah logam

B.     Masa masuk dan berkembangnya pengaruh Hindu-Budha
C.     Masa masuk dan berkembangnya pengaruh Islam
D.     Masa masuk dan berkembangnya bangsa-bangsa Eropa

Dan berikut adalah ulasan singkat tentang sejarah Kota Batu versi buku “Sejarah Daerah Batu Rekonstruksi Sosio-Budaya Lintas Masa”

Masa pra sejarah
Kehidupan di daerah Batu sebenarnya telah dimulai sejak jaman pra sejarah, yaitu pada masa neolithikum dengan ditemukannya beliung persegi (produk tradisi neolitik berupa perangkat yang paling menonjol dari masa bercocok tanam) di daerah Malang. Walaupun tidak diberitakan secara tegas bahwa beliung persegi ditemukan di daerah Batu, namun temuan ini dapat dijadikan sebagai ancangan waktu untuk mengidentifikasikan mula kehidupan manusia prasejarah di daerah Batu.
Prasejarah mulai menampakkan jejaknya dengan diketemukannya artefak batu kategori tradisi megalitik, yang terbanyak ditemukan berupa lumpang batu (bongkah batu kali, dengan sebuah atau lebih lobang dalam bentuk lingkaran di permukaan atasnya). Setidaknya ada 11 tempat di berbagai penjuru Batu ditemukan alat ini, mulai dari Dadaprejo, Pendem, Junrejo, Mojorejo, Beji, Pandanrejo, Lejar, Sisir, dan Pesanggrahan. Tinggalan tradisi megalitik lain yaitu batu dakon  (bongkah batu dengan beberapa lobang di bagian permukaan, fungsinya untuk menghitung tibanya masa tanam) yang ditemukan di dukuh Srebet, Pesanggrahan, punden berundak  (berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap arwah nenek moyang) dijumpai di Punden Mbah Ganden (Dukuh Torong Tutup), susunan batu temu gelang di punden Gumukan (desa Junrejo), menhir di Punden Oro-oro Ombo, dan dolmen di Dukuh Srebet, Desa Pesanggrahan.

Masa Hindu-Budha
-      Dalam Prasasti Kubu-kubu, disebutkan bahwa pada masa kekuasaan Kerajaan Kanyuruhan di daerah Malang pernah diadakan acara penetapan sebuah desa menjadi perdikan (sima), turut diundang pemuka masyarakat dari desa-desa tetangga, dan salah satu desa yang disebutkan sebagai tetangga desa kubu-kubu (diidentifikasi sebagai kebonagung sekarang) adalah desa “batwan”, yang boleh jadi merupakan desa kuno yang kini berlokasi di Batu. Batwan merupakan persamdhian dari batu+an
-      Prasasti Gulung-gulung (929M) ditulis atas perintah raja Isana (Pu Sindok) di Kerajaan Mataram. Dalam prasasti ini disebutkan desa-desa tetangga dari desa Gulung-gulung diantaranya yaitu Batwan dan Batu.
-      Sejauh ini, satu-satunya prasasti yang berasal dari Batu (yang sekarang berada di Skotlandia) adalah Prasasti Sangguran (924M) atau disebut juga dengan Prasasti Ngandat. Selain itu juga terdapat punden “Mbah Ngandat”, dan didapati bata-bata kuno reruntuhan bangunan
-      Pada masa pemerintahan Mataram, Batu telah menjadi pemukiman warga yang religius. Terbukti dengan adanya candi-Pathirtan Songgoriti (abad X M) yang berasal dari masa pemerintahan Pu Sindok.
-      Menurut gancaran Pararaton (Katuturan Ken Angrok) menyatakan bahwa di desa Jun Watu tinggal seorang “sempurna”, sangat dimungkinkan orang yang dimaksud adalah Mpu Gandring.
-      Pada masa kerajaan Majapahit ditulis kitab Kakawin Negarakretagama, dan didalamnya disebutkan bahwa Batwan dan Batu adalah dua desa berbeda yang berdekatan.
-      Berdasarkan Prasasti Jiu II (yang ditemukan di Mojokerto), disebutkan bahwa deseng (desa) Batu sebagai desa paling selatan diantara desa-desa lain yang ditetapkan sebagai daerah untuk bangunan suci bernama Trailokyapuri. Sebagian besar desa-desa lain yang disebutkan dalam prasasti ini berada di daerah Pacet. Sehingga desa Batu merupakan batas, desa tetangga, dan desa terjauh bagi Trailokyapuri.
-      Selain itu juga ditemukan reruntuhan candi dari bata di Pendem, Temas, Junrejo, dll, yang diperkirakan peninggalan masa Kerajaan Majapahit, peninggalan sejarah lain masa ini adalah bekas Patirthan di Jeding Kulon, reruntuhan candi di Jeding Wetan.

MASA PERKEMBANGAN ISLAM
-      Tidak cukup banyak sumber data sejarah yang berkenaan dengan kesejarahan daerah Batu pada masa perkembangan Islam. Selain sejumlah situs makam Islam kuno, sumber data kedapatan dalam bentuk tradisi lisan atau legenda local.
-      Jejak budaya pra-Islam didapati pada areal makam Mbah Batu di Dukuh Banaran.
-      Jika ditelusuri sejarah islamisasi di daerah Batu, tidak terlepas dari proses islamisasi di daerah Malang. Pengaruh Islam dari Giri (Gresik) dan penaklukan Kerajaan Sengguruh (kerajaan Hindu terakhir) oleh Kasultanan Demak pada 1545 diperkirakan tak berdampak bagi tersebarnya Islam di Batu karena jaraknya yang cukup jauh.
-      Terdapat sejumlah orang yang dalam legenda lokal dinyatakan berjasa dalam siar Islam pada awal perkembangan Islam di daerah Batu, yaitu Mbah Batu dan Bambang Selo Utomo (Bumiaji, Punten), Mbah Mas (Kampung Besul), Mbah Macan Kopek (Sisir), Mbah Bener (Temas), Eyang Jugo (Junggo), dan Mbah Masayu Mataram (Ngaglik).

Sekelumit paparan dari isi buku “Sejarah Daerah Batu Rekonstruksi Sosio-Budaya Lintas Masa”, perlu kiranya kita mengkritisi kembali cerita tentang sejarah Kota Batu dan asal nama Batu. Selama ini cerita yang berkembang adalah Abu Ghonaim atau Mbah Batu (yang hidup pada masa perkembangan Islam) dinyatakan sebagai “pembuka perdana (sing mbabat) Batu”, sehingga namanya Mbah Batu atau Mbah Wastu diabadikan sebagai nama daerah Batu.
Karena ternyata, jauh sebelum kedatangan Abu Ghonaim/Mbah Batu/Mbah Wastu (yang diperkirakan masa hidupnya sekitar abad XVIII-XIX), daerah Batu sudah menjadi pemukiman warga pada masa pra sejarah hingga masa Hindu Budha. Selain itu, nama Batu yang berasal dari nama Mbah Batu juga perlu dicermati karena sebelum kedatangan Mbah Batu, nama ini sudah tercantumdi beberapa prasasti sebagai nama desa kuno pada masa perkembangan Hindu-Budha. Bisa jadi justru nama Mbah Batu berasal dari nama daerah, Mbah Batu yang artinya Mbah dari Batu. Mungkin lebih tepat jika dikatakan bahwa Abu Ghonaim/Mbah Batu/Mbah Wastu adalah orang yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Batu

Komentar